Makalah Pendidikan Jasmani (Tugas Akhir Olahraga II)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan jasmani
merupakan salah satu bentuk pendidikan yang ada di Indonesia yang mencakup
aspek secara keseluruhan, tetapi di balik itu semua ada masalah yang besar yang
akan terus menghantui pembelajaran pendidikan jasmani jika tidak di cari solusi
yang tepat untuk memperbaiki mutu dan kualitas pendidikan jasmani tersebut.
Pendidikan jasmani di
Indonesia saat ini dalam keadaan yang memprihatinkan karena belum efektifnya
pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah dan rendahnya pengetahuan akan
pentingnya pembelajaran pendidikan jasmani yang tidak disosialisasikan sejak
dini. Padahal pendidikan adalah sebuah hal yang paling intim untuk melahirkan
sumber daya manusia yang unggul yang nantinya akan membawa negara ini ke
arah yang lebih baik. Jika pendidikan jasmani diberikan sesuai dengan porsinya,
tidak menutup kemungkinan akan tercipta bibit-bibit yang unggul dari pendidikan
jasmani yang bisa bersaing di kancah Internasional. Karena atlet yang hebat
berawal dari pendidikan jasmani yang diberikan oleh guru yang profesional.
Selanjutnya dapat pula kita lihat faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya mutu
dan kualitas pendidikan jasmani di Indonesia yaitu:
1. Saat ini masih banyaknya sarana dan prasarana pendidikan di indonesia yang
masih dibawah kategori layak, banyak sekolah tidak memiliki lapangan, alat,
bahkan buku ajar untuk memperluas wawasan siswa. Tidak hanya sekolah yang
berada di desa, tetapi sekolah yang berada di tengah-tengah Ibu Kota pun tidak
memiliki lapangan masih sering dijumpai. Begitu miris pendidikan jasmani di
Indonesia jika kita lihat secara keseluruhan yang mencakup semua aspek tetapi
pada kenyataannya sangat memprihatinkan.
2. Rendahnya kualitas guru pendidikan jasmani di sekolah yang melahirkan
ketidakmampuan mereka dalam melaksanakan profesinya secara profesional. Mereka
belum berhasil melaksanakan tanggung jawab untuk mendidik siswa secara
sistematik melalui program pendidikan jasmani yang semestinya yang dapat
mengembangkan kemampuan dan ketrampilan anak secara menyeluruh baik fisik,
mental, emosional, dan intelektual. Guru pendidikan jasmani yang masih sering
menggunakan metode baku dalam pembelajaran membuat siswa tidak tertarik dan
merasa bosan. Seharusnya guru pendidikan jasmani merubah pola pembelajaran
tidak terpaku pada teknik yang membuat siswa merasa jenuh, disinilah peran guru
dituntut sekreatif mungkin dalam memodifikasi pembelajaran agar suasana saat
pembelajaran menyenangkan. Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya
faktor penentu keberhasilan pendidikan jasmani tetapi, pengajaran yang
profesional merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin
kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas
pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
3. Kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan dan biaya pendidikan yang
terlalu mahal bagi siswa yang tidak mampu dirasa tidak adil, sehingga sumber
daya manusia yang tercipta sangat rendah. Disinilah peran pemerintah
dipertanyakan, seharusnya pemerintah berkewajiban untuk menjamin setiap
warganya memperoleh pendidikan yang sama dan menjamin akses masyarakat bawah
untuk mendapatkan pendidikan bermutu.
Khusus mengenai jalur
sekolah pendidikan jasmani dimaksudkan untuk meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan jasmani, mental, emosional dan sosial yang selaras dalam upaya
membentuk dan mengembangkan kemampuan gerak dasar, mananamkan nilai, sikap dan
membiasakan hidup sehat dalam rangka upaya mancapai tujuan pendidikan nasional.
1.2.
Permasalahan
Pokok permasalahan
yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimanakah
gambaran pelaksanaan pendidikan jasmani di Indonesia?
2. Bagaimana
upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia?
3. Pengembangan pendidikan jasmani di Indonesia?
4. Bagaimana strategi
pengembangan pendidikan jasmani di Indonesia?
1.3.
Tujuan
Tujuan yang diharapkan dalam
penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk
mengetahui gambaran pelaksanaan pendidikan jasmani di Indonesia
2. Untuk
mengetahui upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia
3. Untuk mengetahui pengembangan pendidikan jasmani
di Indonesia
4. Untuk mengetahui strategi pengembangan pendidikan jasmani di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
Salah satu masalah utama dalam pendidikan jasmani di Indonesia, hingga
dewasa ini, ialah belum efektifnya pengajaran pendidikan jasmani di
sekolah-sekolah. Kondisi kualitas pengajaran pendidikan jasmani yang
memprihatinkan di sekolah dasar, sekolah lanjutan dan bahkan perguruan tinggi
telah dikemukakan dan ditelaah dalam berbagai forum oleh beberapa pengamat
pendidikan jasmani dan olahraga (Cholik Mutohir, 1990a: 1990b, 1993:
Mujiharsono, 1993; Soediyarto, 1992, 1993). Kondisi ini disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya ialah terbatasnya kemampuan guru
pendidikan jasmani dan terbatasnya sumber-sumber yang digunakan untuk mendukung
proses pengajaran pendidikan jasmani (cf. Cholik Mutohir, 1990a; 1990b, 1993:
Soediyarto, 1992, 1993).
Kualitas guru pendidikan jasmani yang ada pada sekolah
dasar dan lanjutan pada umumnya kurang memadai. Mereka kurang mampu dalam
melaksanakan profesinya secara kompeten. Mereka belum berhasil melaksanakan
tanggung jawabnya untuk mendidik siswa secara sistematik melalui pendidikan
jasmani. Tampak pendidikan jasmani belum berhasil mengembangkan kemampuan dan
keterampilan anak secara menyeluruh baik fisik. Mental maupun intelektual
(Menpora, 1983). Hal ini benar mengingat bahwa kebanyakan guru pendidikan
jasmani di sekolah dasar adalah bukan guru khusus yang secara normal mempunyai
kompetensi dan pengalaman yang terbatas dalam bidang pendidikan jasmani. Mereka
kebanyakan adalah guru kelas yang harus mampu mengajar berbagai mata pelajaran
yang salah satunya adalah pendidikan jasmani.
Gaya mengajar yang dilakukan oleh guru dalam praktik
pendidikan jasmani cenderung tradisional. Model metode-metode praktik
dipusatkan pada guru (Teacher Centered) dimana para siswa
melakukan latihan fisik berdasarkan perintah yang ditentukan oleh guru.
Latihan-latihan tersebut hampir tidak pernah dilakukan oleh anak sesuai dengan
inisiatif sendiri (Student Centered).
Guru pendidikan jasmani tradisional cenderung
menekankan pada penguasaan keterampilan cabang olahraga. Pendekatan yang
dilakukan seperti halnya pendekatan pelatihan olahraga. Dalam pendekatan ini,
guru menentukan tugas-tugas ajarnya kepada siswa melalui kegiatan fisik tak
ubahnya seperti melatih suatu cabang olahraga. Kondisi seperti ini
mengakibatkan tidak optimalnya fungsi pengajaran pendidikan jasmani sebagai
medium pendidikan dalam rangka pengembangan pribadi anak seutuhnya.
2.2. Upaya peningkatan Mutu Pendidikan
Jasmani
Dalam beberapa tahun belakangan ini, berbagai usaha telah dilakukan oleh
pemerintah Indonesia dengan membuat kebijakan-kebijakan baru guna meningkatkan
pelaksanaan pendidikan jasmani. Kurikulum
baru (1994) yang mencakup pendidikan jasmani bagi sekolah dasar dan menengah
telah dibuat dan diputuskan. Demikian pula kurikulum baru bagi program Diploma
II, dimana guru-guru sekolah dasar yang didalamnya terdapat mata kuliah
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan telah dipersiapkan sebagai penyempurnaan
kurikulum lama. Upaya pembaharuan kurikulum tersebut, seharusnya diikuti dengan
upaya peningkatan kemampuan guru dalam proses belajar mengajar sesuai dengan
tuntutan kurikulum dan pengadaan fasilitas pendukungnya.
Sayang, hingga dewasa ini usaha-usaha yang dilakukan
guru pendidikan jasmani dan menyediakan fasilitas yang mendukung
program-program pendidikan jasmani belum dilakukan secara optimum. Apabila
kondisi seperti ini terjadi terus, maka dapat diperkirakan bahwa
inovasi-inovasi kurikulum yang dilakukan tidak dapat direalisasikan dengan
efektif. Kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan tidak akan berarti,
makalah para guru atau dosen yang melaksanakan kurikulum dalam kondisi yang
kurang menguntungkan, baik dalam kemampuan mengajar maupun fasilitas yang
mendukungnya. Mereka akhirnya melaksanakan tugas mengajar pendidikan jasmani
cenderung secara rutin dan tradisional. Akibatnya, sering berbagai upaya
inovasi yang telah dilancarkan, mengalami berbagai upaya inovasi yang telah dilancarkan,
mengalami berbagai kendala dan hambatan. Untuk itu, jika implementasi kurikulum
pendidikan jasmani harus bisa dicapai dan berhasil, maka harus ada keinginan
yang besar untuk meningkatkan kemampuan guru dan menambah fasilitas yang
sesuai.
Keefektifan pelaksanaan pengajaran pendidikan jasmani
di sekolah pada beberapa tahun terakhir telah menjadi isu nasional yang
menarik. Isu tersebut sering dibicarakan secara serius dalam forum diskusi atau
seminar tingkat nasional oleh berbagai kalangan termasuk para pakar dan
praktisi pendidikan jasmani. Berbagai saran dan rekomendasi sering diajukan
dalam upaya meningkatkan pelaksanaan pendidikan jasmani di sekolah-sekolah
termasuk perbaikan kurikulum, peningkatan kemampuan guru, penyediaan lapangan
dan fasilitasnya.
Sesungguhnya upaya untuk meningkatkan mutu pelaksanaan pendidikan jasmani
telah mendapat perhatian sebagaimana tertuang dalam amanat GBHN sebagai berikut:
Pendidikan jasmani
dan olahraga perlu ditingkatkan dan di masyarakat sebagai cara pembinaan
kesehatan jasmani dan rohani bagi setiap anggota masyarakat. Selanjutnya perlu
ditingkatkan kemampuan prasarana dan sarana pendidikan jasmani dan olahraga,
termasuk pendidik, pelatih dan penggeraknya, dan digalakkan gerakan untuk
memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat.
Pada tahun 1983 itu juga Presiden Suharto
mengamanatkan agar pendidikan jasmani di sekolah mulai Taman Kanak-Kanak sampai
dengan Perguruan Tinggi perlu lebih digiatkan dan dikembangkan.
Kebijaksanaan telah
jelas dan arah pengembangan pendidikan jasmani sesungguhnya telah jelas. Kini
yang menjadi permasalahan pokok adalah seberapa jauh tingkat keberhasilan
strategi dan pelaksanaan pembangunan pendidikan jasmani dan olahraga di
masyarakat khususnya dalam pendidikan jasmani di setiap tingkat sekolah.
Pengajaran pendidikan jasmani yang efektif dalam
kenyataan lebih dari sekedar mengembangkan keterampilan
olahraga. Pengajaran tersebut pada hakikatnya merupakan proses sistematis
yang diarahkan pada pengembangan pribadi
anak seutuhnya.
Sejarah pendidikan jasmani dan olahraga di Indonesia
menunjukkan, bahwa aspek politik dari olahraga pada umumnya masih dominan.
Bahkan dewasa ini, prestasi olahraga tetap dipandang sebagai “alat” untuk
menunjukkan dan sekaligus mengingat martabat bangsa, terutama di
forum internasional. Akibatnya, perhatian yang begitu besar terhadap pencapaian
prestasi masuk ke dalam kurikulum pendidikan jasmani. Isi kurikulum pendidikan
jasmani misalnya, meskipun ada pilihan, mengarah ke penguasaan cabang olahraga.
Meskipun kurikulum tersebut dirancang dengan memperhatikan faktorsosio-anthropologis,
sosio kultural dan geografis, tetapi pengaruh dari
kelompok-kelompok peminat dan pemerhati, terutama dari kalangan politisi tak
dapat dihindarkan. Hal ini tercermin, misalnya dalam “gerakan 4-5” yakni 4-5
cabang olahraga (atletik, senam, pencaksilat, dan permainan) yang dipromosikan
di bawah payung pembinaan olahraga usia dini.
Berkenaan hal di atas, tampaknya telah terjadi
miskonsepsi pembinaan olahraga usia dini di Indonesia. Miskonsepsi itu bukan
saja berkaitan dengan tujuan tetapi juga pelaksanaannya. Pembinaan olahraga
usia dini dipahami sebagai fase pembinaan untuk mengenal dan menguasai suatu
cabang olahraga dengan penekanan pada penguasaan keterampilan khusus, sebagai
spesialisasi dalam rangka pencapaian prestasi.
Sebagai akibat terlalu mendewakan prestasi, pembinaan
olah raga di kalangan anak usia muda disalah gunakan, dan bahkan dalam
praktiknya sering bertentangan dengan norma-norma pendidikan. Anak-anak
yang seharusnya tumbuh dengan wajar, sering memperoleh perlakuan diluar batas
kemampuannya. Sering anak dipaksa harus berlatih dengan beban yang berlebihan.
Sering anak dipaksa harus berlatih dengan beban yang berlebihan. Kasus
penggunaan obat terlarang pada anak usia dini dan pencurian umur dalam arena
kejuaraan kelompok umur dalam arena kejuaraan kelompok umur merupakan
pengalaman yang negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak.
Idealnya, sesuai dengan pandangan hidup (filsafat) dan
konsep pendidikan jasmani yang kita anut, pembinaan olahraga usia dini itu
diarahkan pada pengenalan dan penguasaan keterampilan dasar suatu cabang
olahraga yang dilengkapi dengan pengembangan keterampilan serta kemampuan fisik
yang bersifat umum. Sementara
itu, dalam konteks pendidikan jasmani, seperti pada kelas-kelas awal,
penekanannya pada pengembangan keterampilan gerak secara menyeluruh.
Salah satu pertanyaan yang sering diajukan oleh guru-guru penjas
belakangan ini adalah: "Apakah pendidikan jasmani?" Pertanyaan yang
cukup aneh ini justru dikemukakan oleh pihak yang paling berhak menjawab
pertanyaan tersebut. Hal ini mungkin terjadi karena pada waktu sebelumnya guru
itu merasa dirinya bukan sebagai guru pendidikan jasmani, melainkan guru
pendidikan olahraga. Perubahan pandangan itu terjadi menyusul perubahan nama
mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, dari mata
pelajaran pendidikan olahraga dan kesehatan (orkes) dalam kurikulum 1984,
menjadi pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dalam
kurikulum1994. Akibatnya sebagian besar guru menganggap bahwa perubahan nama
itu tidak memiliki perbedaan, dan pelaksanaannya dianggap sama. Padahal kedua
istilah di atas sungguh berbeda, sehingga tujuannya pun berbeda pula.
Pendidikan jasmani berarti program pendidikan lewat gerak atau permainan
dan olahraga. Di dalamnya terkandung arti bahwa gerakan, permainan, atau cabang
olahraga tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk mendidik. Hal ini dapat
berupa keterampilan fisik dan motorik, keterampilan berpikir dan keterampilan
memecahkan masalah, dan bisa juga keterampilan emosional dan sosial. Karena
itu, seluruh kegiatan pembelajaran dalam mempelajari gerak dan olahraga di atas
lebih penting dari pada hasilnya. Dengan demikian, bagaimana guru memilih
metode, melibatkan anak, berinteraksi dengan murid serta mengutamakan interaksi
murid dengan murid lainnya, harus menjadi pertimbangan utama.
Sedangkan pendidikan olahraga adalah pendidikan yang rnembina
anak agar menguasai cabang-cabang olahraga tertentu. Kepada murid diperkenalkan
berbagai cabang olahraga agar mereka menguasai keterampilan berolahraga. Yang
ditekankan di sini adalah hasil dari pembelajaran itu, sehingga metode pengajaran
serta bagaimana anak menjalani pembelajarannya yang ditekankan pada tujuan yang
ingin dicapai. Perbedaan inilah yang terkadang menjadi kesalahan dalam
mengartikan pendidikan jasmani.
Yang sering terjadi pada pembelajaran pendidikan jasmani adalah bahwa guru
kurang memperhatikan kemampuan dan kebutuhan murid. Jika siswa harus belajar
bermain sepak bola, mereka belajar keterampilan teknik sepak bola secara
langsung. Teknik-teknik dasar dalam pelajaran demikian lebih ditekankan,
sementara tahapan tugas gerak yang disesuaikan dengan kemampuan anak kurang
diperhatikan, kejadian tersebut merupakan salah satu kelemahan dalam pendidikan
jasmani kita. Anak yang sudah terampil biasanya dapat menjadi contoh, dan anak
yang belum terampil belajar dari mengamati demonstrasi temannya yang sudah
mahir tadi. Dalam salah satu gaya mengajar memang menekankan pada kegiatan
tersebut tapi dalam pelaksanaannya masih menitikberatkan pada penguasaan teknik
dasar bukan pada proses yang dijalani siswa. Namun sebenarnya pendidikan jasmani
kita diharapkan tidak seperti yang di atas.
Pendidikan jasmani tentu tidak bisa dilakukan dengan cara demikian.
Pendidikan jasmani adalah suatu proses yang terencana dan bertahap yang perlu
dibina secara hati-hati dalam waktu yang diperhitungkan. Bila orientasi
pelajaran pendidikan jasmani adalah agar anak menguasai keterampilan
berolahraga, misalnya sepak bola, guru akan lebih menekankan pada pembelajaran
teknik dasar dengan kriteria keberhasilan yang sudah ditentukan. Dalam hal ini,
guru tidak akan memperhatikan bagaimana agar setiap anak mampu melakukannya,
sebab cara melatih teknik dasar yang bersangkutan hanya dilakukan dengan cara
tunggal. Beberapa anak mungkin bisa mengikuti dan menikmati cara belajar yang
dipilih guru tadi. Tetapi sebagian lain merasa selalu gagal, karena bagi mereka
cara latihan tersebut terlalu sulit, atau terlalu mudah. Anak-anak yang
berhasil akan merasa puas dari cara latihan tadi, dan segera menyenangi
permainan sepak bola. Lain lagi dengan anak-anak lain yang kurang berhasil?
Mereka akan serta merta merasa bahwa permainan sepak bola terlalu sulit dan
tidak menyenangkan, sehingga mereka tidak menyukai pelajaran dan permainan
sepak bola tersebut. Apalagi ketika mereka melakukan latihan yang gagal tadi,
mereka selalu diejek oleh teman-teman yang lain atau bahkan. Anak-anak dalam
kelompok gagal ini biasanya mengalami perasaan negatif. Akibatnya, anak tidak
bisa berkembang dan anak cenderung menjadi anak yang rendah diri. Namun hal
tersebut dapat diatasi melalui pembelajaran pendidikan jasmani yang lebih
efektif.
Melalui pembelajaran pendidikan jasmani yang efektif, semua kecenderungan
tersebut bisa dihapuskan, karena guru memilih cara agar anak yang kurang
terampil pun tetap menyukai latihan memperoleh pengalaman sukses. Di samping
guru membedakan bentuk latihan yang harus dilakukan setiap anak, kriteria
keberhasilannya pun dibedakan pula. Untuk kelompok mampu kriteria keberhasilan
lebih berat dari anak yang kurang mampu, misalnya dalam pelajaran lempar
lembing di tentukan: melempar sejauh 5 meter untuk anak mampu melakukan, dan
hanya 3 meter untuk anak kurang mampu melakukan. Dengan cara demikian, semua
anak merasakan apa yang disebut perasaan berhasil, dan anak makin menyadari
bahwa kemampuannya pun meningkat, seiring dengan seringnya mereka
mengulang-ulang latihan.
2.4. Strategi Pengembangan Pendidikan Jasmani di
Indonesia
Pendidikan jasmani dalam pelaksanaannya harus tersusun rapi dalam sebuah
program yang sistematis dan berkelanjutan. Program tersebut diharapkan mampu
memenuhi kebutuhan peserta didik untuk meningkatkan kebugaran dan menambah
tabungan gerak. Karena itu dibutuhkan strategi pengembangan yang mencakup
beberapa aspek sebagai berikut:
1. Kembangkan program yang menekankan pada
penyediaan pengalaman gerak yang disenagi peserta didik dalam jangka
waktu yang panjang. Program tersebut dapat diterapkan dalam bentuk
permainan-permainan yang menyenangkan sehingga peserta didik lebih antusias
yang tingga terhadap pembelajaran. Dengan antusiasme peserta didik dalam
belajar gerak maka pengalaman gerak yang dirasakan akan semakain bervariasi.
Misalnya materi lompat tidak perlu diberikan teknik melompat yang benar namun
dapat melalui permainan lompat kardus sehingga siswa akan merasa tidak
terbebani dengan tugas yang mereka berikan. Karena itu, jangan memberikan
materi yang mengharuskan siswa menguasai materi tersebut tetapi anak bisa
memperoleh pengalaman gerak yang lebih banyak.
2. Bantulah siswa untuk menguasai keterampilan gerak
dan kembangkan penilaian diri yang positif bahwa siswa dapat menguasai
keterampilan tersebut. Biarkan siswa melakukan sesuai kemampuan yang dimiliki
dan jangan memberikan patokan yang terlalu memberatkan bagi siswa. Siswa yang
belum mampu melakukan jangan dipaksakan untuk bisa. Bantus siswa tersebut dengan
pentahapan gerak dan pengulangan yang lebih banyak. Sebagai contoh, bagaimana
melakukan pemanasan yang benar sebelum berlatih, bagaimana melakukan stretching
yang aman dan efektif; atau bagaimana memainkan suatu cabang olahraga dengan
memuaskan dan mendatangkan kesenangan.
3. Berikan kesempatan yang lebih luas dan merata
sehingga semua semua siswa merasakan setiap kegiatan yang dilakukan dalam
pembelajaran secara adil. Kesempatan yang diberikan kepada setiap siswa harus
sama sehingga mereka tidak merasa di bedakan dengan siswa lain. Program yang
diterapkan jangan memberikan kesempatan yang lebih pada siswa yang mampu
melakukan karena hal tersebut dapat menimbulkan rasa kurang percaya diri pada
siswa yang belum mampu melakukan. Kesempatan yang ada diusahakan agar siswa
memanfaatkannya dengan baik sehingga penyusunan program yang baik sangat
diperlukan oleh guru dalam pelaksanaannya agar kesempatan yang diberikan tidak
di gunakan dengan percuma oleh siswa.
4. Berilah program yang dalam pelaksanaanya siswa
belajar keterampilan-keterampilan yang bermanfaat dalam kehidupannnya sehingga
program yang diberikan bukan hanya untuk kepentingan jasmani, seperti
kebugaran, tetapi juga untuk perkembangan sosial, dan keterampilan yang
diperlukan untuk menjalani kehidupannnya (berbasis life skill)
sehingga siswa mengaplikasikan kegiatan yang mereka lakukan dalam pembelajaran
ke dalam kehidupan sehari-harinya. Keterampilan itu antara lain, mengatasi
masalah, memotivasi diri, meredam emosi, merencanakan sesuatu, dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pelaksanaan pendidikan jasmani masih mengarah pada pelaksanaan pendidikan
olaharaga sehingga lebih menekankan pada penguasaan teknik dasar padahal yang
sebenarnya adalah pendidikan jasmani lebih menekankan pada pemberian pengalaman
gerak pada peserta didik. Selain itu pendidikan jasmani lebih menitikberatkan
pada pembudayaan gerak sehingga nantinya kegiatanya dapat diaplikasikan dalam
kehidupan nyata. Hal tersebut terlihat pada konsep baru dalam pendidikan
jasmani yang ingin menjadikan siswa senang, berkeringat, belajar gerak dan
disiplin dalam pembelajaran. Oleh karena itu pembaharuan dalam pelaksanaan
pendidika jasmani perlu dilakasanakan agar pendidikan jasmani tidak menjadi
seperti latihan olahraga. Pembaharuan tersebut berupa pemberian materi yang
disesuaikan dengan kemapuan dan latar belakang peserta didik. Penekanan pada
tercapai empat hal di atas juga menjadi prioritas dalam pengembangan pendidikan
jasmani di Indonesia.
3.2. Saran
Diharapkan penyelenggaraan pendidikan jasmani tidak disamakan dengan
latihan olahraga yang menekankan pada penguasan teknik dasar karena siswa akan
merasa bosan dengan kegiatan yang sifatnya baku. Diharapkan pendidikan jasmani
kedepannya bisa menyesuaikan dengan kebutuhan siswa untuk menambah pengalaman
gerak dan menambah tabungan gerak. Dengan memahami konsep baru dan pengembangan
pendidikan jasmani diharapkan pendidikan jasmani dapat menjadi sarana yang
paling efektif untuk membudayakan gerak kepada peserta didik sehingga dapat
aktivitas dalam pendidikan jasmani diaplikasikan di kehidupan nyata. Pada
akhirnya diharapkan dengan makalah ini dapat menjadi rujukan yang mendukung
dalam menjadikan pendidikan jasmani kearah penyesuaian dengan konteks saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Husdarta H. J. S., 2009. Manajemen Pendidikan
Jasmani. Bandung. Penerbit Alfabeta Bandung.
Lutan, Rusli. 2001. Mengajar Pendidikan Jasmani
Pendekatan Pendidikan Gerak Di Sekolah Dasar. Jakarta. Departemen Pendidikan
Nasional DIJDASMEN.
Mahendra, Agus, dkk. (2006). Implementasi
Movement-Problem-Based Learning Sebagai Pengembangan Paradigma Reflective
Teaching Dalam Pendidikan Jasmani: Sebuah Community-Based Action Research Di
Sekolah Menengah Di Kota Bandung. Laporan Penelitian. UPI. Bandung.
Nugraha, B.A. 2012. Lempar Roket. (Online),
(http://www.boyolalipos.com/2012/ lempar-roket-327522).
Simanjutkan, v. G., & dkk. 2010. Pendidikan
Jasmani dan kesehatan. Jakarta: Dikti.
Comments
Post a Comment